Begini Penanganan Kasus Pidana yang Libatkan Disabilitas Intelektual

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Penanganan kasus tindak pidana yang melibatkan penyandang disabilitas intelektual baik sebagai korban, saksi atau pelaku tidak dapat disamaratakan dengan penanganan tindak pidana umum lainnya. Menurut salah satu advokat yang banyak membela kasus pidana penyandang disabilitas, Happy Sebayang, harus ada penyesuaian.

"Harus menyertakan pendamping dari keluarga atau kerabat dekat mereka, tidak dilakukan dengan cara di BAP, dan polisi tidak perlu memakai seragam ketika menyelidik atau menyidik kasus tersebut," ujar Happy Sebayang dalam Webinar yang diinisiasi Perhimpunan Jiwa Sehat soal "Penguatan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas Dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana", Selasa 3 Juni 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, menurut Happy dalam melakukan pemberkasan berita acara pemeriksaan, polisi, maupun penyandang disabilitas intelektual yang terlibat sebagai pelaku, saksi atau korban tidak duduk dalam sebuah ruangan formal seperti pemeriksaan pada umumnya.

"Penyidik duduk di samping keluarga atau pengacara penyandang disabilitas intelektual , kemudian mencatat dan mengambil intisari dari pembicaraan antara keluarga dengan penyandang disabilitas," kata Happy.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik kepolisian tidak dapat langsung menanyakan kepada korban, melainkan menitipkan pertanyaan kepada keluarga atau kerabat korban. Intisari yang dkomunikasikan oleh pihak keluarga kepada pelaku atau korban dengan disabilitas intelektual inilah yang kemudian dijadikan berita acara pemeriksaan. 

"Sehingga saya menyimpulkan, penanganan kasus korban dengan disabilitas intelektual memerlukan pendekatan personal, pelibatan keluarga atau kerabat dekat serta perlu penyesuaian khusus dalam proses pemeriksaannya seperti menggunakan bahasa sederhana, lebih seperti sahabat yang sedang mengobrol untuk menggali lebih dalam keterangan korban," katanya.

Happy menambahkan, pengalaman ini didapat saat menangani kasus pelecehan seksual yang dialami seorang remaja dengan disabilitas intelektual di Polres Jakarta Selatan. Saat itu, salah satu kerabat korban meminta tolong secara langsung kepadanya setelah mengetahui korban yang masih di bawah umur tengah hamil 3 bulan.

Sementara itu, Penyidik Tindak Pidana Muda Tingkat I, Direktorat Reserse Krminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Endang Sri Lestari mengatakan, saat ini Direktorat PPA dan PPO sudah mulai menyusun panduan untuk disabilitas berhadapan dengan hukum. Meskipun belum semua pemenuhan aksesibilitasnya di kantor kepolisian memadai.

"Tapi kami berusaha untuk memenuhi penyediaannya seperti bidang miring, kamar mandi yang terakses bagi penyandang disabilitas, hingga lift yang memiliki tombol braille," katanya di forum yang sama.

Kendati demikian, Endang mengakui penyandang disabilitas memang belum sepenuhnya dilibatkan sebagai subjek hukum. Alasannya, masih banyak personil kepolisian yang belum mengerti mengenai akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.

"Nah memang ini masih menjadi kendala, masih kurang diakuinya sebagai subjek hukum karena petugas kami maasih banyak yang belum tahu apa saja kebutuhan dan akomodasi yang layak dan benar-benar dibutuhkan penyandang disabilitas," kata Endang.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |