Guru Besar IPB Jelaskan Potensi Kerugian Bulog karena Terima Gabah Any Quality

1 day ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menjelaskan kuantitas produksi beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) bisa menurun akibat kebijakan penyerapan gabah any quality (apa pun kualitasnya). “Sudah tentu nanti Bulog akan mendapatkan beras yang lebih sedikit dari gabah yang mutunya jelek,” kata Dwi saat dihubungi, pada Selasa, 3 Juni 2025.

Dengan kebijakan any quality itu, kata Dwi, mau tidak mau Bulog harus menerima gabah tanpa mempertimbangkan kualitasnya. Dengan demikian, kemungkinan besar Bulog akan menerima banyak gabah dengan mutu buruk. Gabah berkualitas rendah itu di antaranya adalah gabah dengan kadar air sangat tinggi atau yang sebenarnya belum siap panen. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persoalan kemudian akan muncul saat proses penggilingan. Ketika gabah kering panen dengan mutu rendah diproses menjadi gabah kering giling, rendemen beras yang dihasilkan akan jauh dari target. Sementara Bulog menetapkan rendemen beras sebesar 52 persen.

Adapun gabah dengan kondisi sedang biasanya menghasilkan rendemen beras sebanyak 50–55 persen. “Namun kalau gabah mutunya buruk, sudah tentu rendemen di bawah 50 persen, dan itu nanti akan merugikan Bulog sendiri,” ujar dia.

Selain kuantitas beras yang dihasilkan tidak optimal, menurut Dwi, Bulog juga rugi karena telah membeli gabah dengan mutu buruk. “Itu yang harus dicermati kerugian-kerugian itu.”

Selain memengaruhi kuantitas rendeman beras, gabah mutu jelek juga berpotensi merusak mesin penggilingan gabah. Ia menceritakan pengalamannya sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AP2TI).

Ia mengatakan rice milling plant (RMP) miliknya rusak akibat menggiling gabah kering giling dengan kualitas buruk. “Setelah kami olah jadi beras itu menjebolkan tiga mesin, karena kualitas gabah kering giling buruk,” kata Dwi. 

Gabah kualitas buruk seperti kadar air yang sangat tinggi juga berpotensi menghitam jika disimpan sebentar. Selain menurunkan kualitas gabah kering giling, ada potensi beras yang dihasilkan terkontaminasi racun aflatoksin.

Akibatnya, beras itu akan dikategorikan sebagai disposal dan tidak layak dikonsumsi masyarakat. Namun masih bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain misalnya dialihkan kepada industri etanol.

Dwi tidak menampik kebijakan gabah any quality yang dibentuk oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) itu membawa kesejahteraan bagi petani. Namun, ia tetap memberikan sejumlah catatan.

Ia juga menyinggung soal aspek keadilan dari kebijakan itu. Sebab, gabah berkualitas jelek dan bagus akan dibeli dengan harga yang sama oleh Bulog. “Petani A, dia betul-betul merawat tanamannya, memanen pas hari panas, sehingga mutu gabah yang dihasilkan bagus. Di sisi lain, petani yang asal-asalan menangani gabah kemudian menjual di harga yang sama. Ini tidak adil."

Selain itu, Dwi menduga bakal ada pihak lain selain petani yang memanfaatkan kebijakan ini. Misalnya mereka mencampurkan gabah dengan komoditas atau materi tertentu dalam satu karung yang akan dijual kepada Bulog. “Sembarangan langsung saja dikarungin lalu disetor ke Bulog dan ada juga yang pemain-pemain lainnya,” ujar dia. 

Sebelumnya, Menteri Pertanian atau Mentan Amran Sulaiman mengakui stok beras sebanyak 3,5 juta ton yang disimpan di gudang Perum Bulog tidak 100 persen sempurna. Tapi ia mengklaim hanya 0,1 persen beras yang rusak atau berkualitas rendah.

"Kalau ada yang rusak, 1 kilogram, 2 kilogram, 1 ton, 2 ton, sedikit. Tetapi yang terpenting adalah kita beri tahu ke Perum Bulog agar menjaga kualitas. Tentu, tidak sempurna 100 persen, iya. Mungkin ada 0,1 persen. Tetapi itu bukan kendala untuk menjaga stok pangan nasional," ujar Amran dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

Pendiri grup bisnis Tiran Group ini menambahkan, ia kini telah memperketat standar kualitas beras yang diserap Bulog setelah terbit kebijakan satu harga gabah Rp 6.500 per kilogram any quality (apa pun kualitasnya). Ia mengatakan, pengadaan stok beras tetap berjalan sembari menjaga kualitas.

“Jangan karena yang rusak, katakanlah 1 ton, 2 ton, ini yang mengganggu proses pengadaan beras. Itu enggak boleh. Tapi kami tekankan, perhatikan kualitas. Itu mutlak,” ujar Amran.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |