Ini Penyebab Industri Perhotelan dan Restoran Makin Redup

1 day ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran sedang menghadapi tekanan berat. Tekanan ini berpotensi mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

Berdasarkan data yang dihimpun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, sekitar 70 persen pelaku usaha di sektor ini menyatakan adanya kemungkinan pengurangan tenaga kerja akibat menurunnya tingkat okupansi yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Survei PHRI Jakarta menunjukkan, sebagian besar pelaku usaha memperkirakan akan memangkas jumlah karyawan dalam rentang 10 hingga 30 persen dari total tenaga kerja mereka. Selain itu, hampir seluruh pelaku usaha mempertimbangkan mengurangi jumlah pekerja harian (daily worker) secara drastis, bahkan hingga 90 persen dari jumlah yang ada saat ini. Lebih lanjut, sebanyak 36,7 persen responden menyampaikan bahwa mereka berencana mengurangi staf tetap.

Penurunan tingkat hunian menjadi faktor utama yang mendorong langkah efisiensi ini. PHRI Jakarta mencatat, sekitar 96,7 persen pemilik atau pengelola hotel melaporkan penurunan okupansi kamar dalam kurun waktu yang sama. Penurunan paling tajam terjadi pada segmen pelanggan dari instansi pemerintah, yang mencapai 66,7 persen. Situasi ini diperkirakan berkaitan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh berbagai lembaga pemerintah, sehingga mengurangi belanja perjalanan dinas dan kegiatan yang biasanya berkontribusi terhadap pemesanan kamar hotel.

Selain berkurangnya permintaan dari segmen pemerintahan, pelaku usaha juga menghadapi tantangan dari rendahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata kontribusi wisatawan asing terhadap tingkat hunian hotel di Jakarta dalam kurun waktu 2019 hingga 2023 hanya sebesar 1,98 persen per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai efektivitas strategi promosi pariwisata yang selama ini dijalankan untuk menarik minat pasar internasional ke ibu kota.

Di samping tekanan dari sisi permintaan, pelaku industri juga menghadapi beban dari meningkatnya biaya operasional. Salah satu faktor yang menjadi sorotan adalah kenaikan tarif air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mencapai 71 persen, serta lonjakan harga gas sebesar 20 persen. Kenaikan biaya operasional ini turut diperparah oleh penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) yang naik sebesar 9 persen pada tahun berjalan. Ketiga komponen ini secara kolektif memberikan tekanan tambahan terhadap arus kas dan keberlanjutan usaha, terutama bagi pelaku usaha berskala kecil dan menengah.

Regulasi yang bersifat administratif juga menjadi kendala lain yang dirasakan oleh pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran. Banyaknya jenis perizinan yang harus dipenuhi seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan untuk penjualan minuman beralkohol dinilai menambah kompleksitas pengelolaan usaha. Di sisi lain, proses birokrasi yang panjang serta adanya duplikasi dokumen antarinstansi dan biaya yang kurang transparan dinilai turut menghambat efisiensi dan kelancaran operasional bisnis.

Dalam konteks kontribusi terhadap perekonomian daerah, sektor perhotelan dan restoran memegang peranan penting. PHRI Jakarta mencatat, sektor ini menyumbang rata-rata sekitar 13 persen terhadap pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta. Data dari BPS pada tahun 2023 juga menunjukkan bahwa lebih dari 603 ribu tenaga kerja menggantungkan penghidupannya pada sektor akomodasi serta makanan dan minuman di wilayah ini.

Menurunnya kinerja sektor perhotelan dan restoran tidak hanya berdampak pada pengusaha dan tenaga kerja langsung di sektor tersebut, tetapi juga berpotensi memberikan efek lanjutan terhadap sektor lain yang memiliki keterkaitan erat. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, pelaku logistik, hingga seniman dan pekerja budaya menjadi bagian dari ekosistem yang terdampak oleh melambatnya aktivitas industri ini.

Alfitria Nefi P. berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Revolusi PSG di Bawah Luis Enrique

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |