Isu ST Burhanuddin Dicopot. Berikut Jaksa Agung dari Masa ke Masa

6 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Isu pergantian posisi Jaksa Agung ramai beredar di media sosial X dan TikTok. Cuitan-cuitan di X dan Tiktok tersebut membuat narasi bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mengganti Sanitiar Burhanuddin.  

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar memberikan tanggapan perihal isu penggantian Jaksa Agung ST Burhanuddin. Harli mengatakan isu itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dalam isu yang beredar disebutkan bahwa ST Burhanuddin telah berpamitan di internal Kejaksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Informasi itu bersifat tidak benar. Beliau masih bekerja seperti biasa,” ujar Harli, Senin, 19 Mei 2025. 

Harli bahkan mengaku sudah menyampaikan adanya isu tersebut kepada ST Burhanuddin saat melapor pada  Senin pagi. Sanitiar Burhanuddin disebut menanggapi isu itu dengan santai.

Ia menjelaskan, bahwa pergantian Jaksa Agung adalah hak prerogatif presiden. “Sepanjang Presiden masih berkenan dan belum ada pergantian ya Jaksa Agung akan tetap. Berbeda dengan jaksa karir yang ada usia maksimal,” katanya. 

Jaksa Agung dari Masa ke Masa

Sejak kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, posisi Jaksa Agung telah mengalami pergantian sebanyak 24 kali hingga tahun 2025. Setiap Jaksa Agung membawa peran penting dalam membentuk dan mengembangkan institusi Kejaksaan sebagai pilar penegakan hukum di Indonesia.

Dilansir dari laman resmi Kejaksaan Agung, pejabat pertama yang menjabat sebagai Jaksa Agung adalah Raden Gatot Taroenamihardja, yang diangkat pada 19 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno. Meskipun masa jabatannya singkat, ia menetapkan dasar-dasar fungsi Kejaksaan dalam negara yang baru merdeka. 

Selanjutnya, Kasman Singodimedjo menjabat dari 8 November 1945 hingga 6 Mei 1946, diikuti oleh Tirtawinata yang menjabat dari 22 Juli 1946 hingga 1951. Pada masa jabatan R. Soeprapto (1951–1959), Kejaksaan mulai merekrut tenaga muda lulusan universitas dan sekolah pendidikan jaksa, menjadikannya sebagai "Bapak Kejaksaan" berdasarkan SK Jaksa Agung No. KEP-061/D.A/1967.

Periode berikutnya diisi oleh R. Goenawan (1959–1962), R. Kadaroesman (1962–1964), dan Agustinus Sutardhio (1964–1966). Pada masa Sugih Arto (1966–1973), Kejaksaan mengalami konsolidasi pasca-peristiwa 1965. 

Era Orde Baru ditandai dengan kepemimpinan Ali Said (1973–1981), Ismail Saleh (1981–1984), Hari Suharto (1984–1988), Sukarton Marmosujono (1988–1990), dan Singgih (1990–1998). Mereka berperan dalam memperkuat peran Kejaksaan dalam sistem hukum nasional.

Masa transisi reformasi dimulai dengan Soedjono C. Atmonegoro (1998), Andi Muhammad Ghalib (1998–1999), dan Marzuki Darusman (1999–2001). Baharuddin Lopa menjabat singkat pada tahun 2001 sebelum wafat dalam masa tugas. Marsillam Simanjuntak melanjutkan kepemimpinan hingga Agustus 2001.

Selanjutnya, M.A. Rachman (2001–2004), Abdul Rahman Saleh (2004–2007), dan Hendarman Supandji (2007–2010) memimpin Kejaksaan dalam menghadapi tantangan penegakan hukum di era modern. Basrief Arief (2010–2014) dan Muhammad Prasetyo (2014–2019) melanjutkan upaya reformasi institusi.

Sejak 23 Oktober 2019, Sanitiar Burhanuddin atau ST Burhanuddin menjabat sebagai Jaksa Agung dan masih menjabat hingga saat ini. Beliau berfokus pada penegakan hukum yang berkeadilan dan profesional, serta memperkuat integritas Kejaksaan dalam menghadapi tantangan hukum di era digital.

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |