KSPN: Pemerintah Tak Punya Data Real Jumlah Korban PHK

1 day ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyayangkan pemerintah tidak mempunyai data real jumlah buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut dia, klaim pemerintah yang mencatat sekitar 26 ribu kasus PHK itu bukanlah data sebenarnya, karena masih terdapat ratusan ribu kasus lainnya nan tak terjangkau dalam server Dinas Ketenagakerjaan.

Ristadi menganggap, pemerintah seharusnya bisa mengumpulkan seluruh data real jumlah korban PHK melalui sumber daya teknologi dan manusia yang mereka miliki. “Realita di lapangan itu, jumlah korban PHK jauh lebih besar ketimbang data-data yang dimiliki pemerintah,” ucap Ristadi dalam konferensi pers via daring, Jumat, 30 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ristadi, masing-masing serikat buruh dan pekerja memiliki data tersendiri soal jumlah korban PHK. Namun, kata dia, tidak semua buruh itu tergabung dalam serikat pekerja, membuat data ini tak bisa dijadikan pedoman untuk meninjau berapa besar dampak PHK di Tanah Air. “Buruh yang gabung ke serikat pekerja itu, sampai hari ini, kurang lebih baru 5 persen dari total buruh di Indonesia, sekitar 142 juta jiwa,” ucap dia.

Makanya, dia berharap, pemerintah melalui infrastruktur teknologi yang mumpuni, bisa bekerja lebih giat untuk merampungkan data real korban PHK ini. Sebab kalau tidak, bakal banyak korban PHK yang kehilangan hak pesangonnya serta kesulitan untuk mendaftar di perusahaan baru. “Masalah pendataan ini juga membuat para buruh rentan terkena diskriminasi di tempat kerja mereka,” ucap dia.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengungkap jumlah PHK hingga Selasa, 20 Mei lalu, mencapai 26.455 kasus. Dengan provinsi penyumbang kasus PHK paling tinggi ada di Jawa Tengah. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI-JSK) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, sektor pengolahan, perdagangan eceran besar, dan jasa menjadi lini bisnis yang paling banyak melakukan PHK ini.

Indah merinci, PHK di Jawa Tengah sebanyak 10.695 kasus, 6.279 kasus di Jakarta, dan 3.570 kasus di Riau. Menurut dia, angka tersebut cenderung meningkat apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, masuknya Riau dalam daftar provinsi yang menyumbang kasus PHK terbanyak juga menjadi sorotan Kemnaker. 

Dia memastikan bahwa data PHK yang dirilis Kemnaker berasal dari laporan valid Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di masing-masing wilayah. “Tidak ada data yang kami rekayasa, karena kita kan punya sistem pelaporan dari dinas yang langsung ke pusat,” ujar Indah dikutip dari laporan Antara.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut jumlah PHK sejak Rabu, 1 Januari 2025 hingga Senin, 10 Maret 2025 telah mencapai 73.992 kasus. Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan perbedaan angka itu berasal dari metode pengumpulan data yang tidak sama. “Kalau pemerintah kan sudah jelas, dia mengambil data memang melalui dinas ketenagakerjaan, ada sistem pelaporannya, perusahaan yang melapor,” kata Shinta di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025. 

Dia menuturkan bahwa Apindo mengacu pada data klaim manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan. “Data itu bisa diperdebatkan seperti apa pun. Kami kan melihat kenyataan di lapangan,” ucap Shinta. 

Kendati terdapat perbedaan angka, Shinta menegaskan bahwa yang terpenting adalah menemukan solusi untuk mencegah PHK massal yang terus terjadi. Salah satu solusi yang diusulkan Apindo, yaitu penciptaan investasi dan lapangan kerja baru. Walaupun ada investasi dan lapangan kerja baru, menurut dia, jumlahnya belum memadai. 

“Setiap tahun kita perlu menciptakan 3-4 juta lapangan kerja baru. Jadi, tidak memadai, mungkin dengan PHK yang terjadi, plus kita perlu menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru di dalam negeri,” ujar Shinta. 

Dia pun berharap agar Satuan Tugas PHK yang akan dibentuk pemerintah saat ini dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi gelombang PHK bersama-sama. Dia juga mengatakan bahwa isu PHK merupakan permasalahan nasional yang harus mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Melynda Dwi Puspita, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |