TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung sedang getol mengusut dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara. Nilai kerugian negara akibat dugaan korupsi ini sangat besar.
Dugaan Penyalahgunaan Fasilitas Kredit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex)
Kejaksaan Agung tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit senilai Rp 692 miliar kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Kejaksaan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Iwan Setiawan Lukminto selaku Komisaris Utama Sritex, Zainuddin Mappa yang menjabat Direktur Utama Bank DKI pada 2020, serta Dicky Syahbandinata, Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB di tahun yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa menemukan indikasi pemberian kredit kepada Sritex dilakukan tanpa melalui analisis kelayakan yang memadai dan tidak sesuai dengan prosedur serta persyaratan yang berlaku. Penyelidikan ini mencuat setelah Sritex dinyatakan pailit pada 2024.
Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook di Kemendikbudristek
Kejaksaan Agung juga sedang menyelidiki pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada periode 2019 hingga 2022. Dua staf khusus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim yakni Jurist Tan dan Fiona Handayani, disebut berperan dalam merancang analisis yang meloloskan proyek itu. Padahal tersebut, kajian sebelumnya menyatakan penggunaan laptop Chromebook tidak efektif karena jaringan internet di Indonesia belum merata. Nilai proyek ini mencapai Rp 9,9 triliun dengan alokasi dana khusus mencapai Rp 6,3 triliun. Hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan, namun Kejaksaan masih mendalami kemungkinan keterlibatan berbagai pihak, termasuk vendor dan pejabat kementerian.
Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah di PT Pertamina
Kejaksaan Agung juga mulai menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaannya sejak akhir Februari 2025. Hingga saat ini, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan pihak swasta dari perusahaan pemasok. Kasus ini diduga menimbulkan potensi kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun per tahun selama periode 2018-2023.
Kasus Suap Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Kejaksaan Agung sudah memeriksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, HS, dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, HM, perihal kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Selasa, 27 Mei 2025.
Kedua hakim itu sudah pernah diperiksa pada April lalu. Selain kedua hakim tersebut, penyidik Jaksa memeriksa empat orang lainnya. Mereka adalah SMA selaku Manager Litigasi PT Wilmar, MBHA selaku Head Corporate Legal PT Wilmar, WK selaku Staf PT Wilmar Nabati Indonesia dan DMBB selaku Head Legal PT Permata Hijau Palm Oleo.
Kejaksaan sudah menetapkan delapan orang tersangka. Empat di antaranya adalah hakim. Yakni majelis yang menangani perkara Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom dan wakil ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Arif Nuryanta. Mereka menerima suap dan melakukan kongkalikong agar 3 korporasi di atas divonis lepas atau ontslag dan bebas dari dakwaan jaksa.
Dugaan Pencucian Uang Sugar Group Companies
Kejaksaan Agung juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan pemilik Sugar Group Companies, Purwanti Lee. Pengusutan berawal dari "nyanyian" eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, terdakwa kasus suap dan gratifikasi yang mengaku menerima Rp 70 miliar dari penanganan kasus Sugar Group Companies di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada 7 Mei 2025. Mantan pejabat Mahkamah Agung itu mengaku bahwa pendapatan terbesar dalam penanganan pengurusan perkara didapat dari pengurusan perkara Marubeni Vs Sugar Group.
Kejaksaan Agung sudah menggeledah rumah Purwanti sebelum rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa, 20 Mei 2025. “Jadi yang bersangkutan dipanggil tidak datang, jadi penyidik mendatangi ke rumahnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Kamis, 29 Mei 2025.
Raden Putri Alpadillah Ginanjar dan Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing Rawan Korupsi