Pelemahan SVLK Kehutanan Berlanjut, Daya Saing Produk Kayu Indonesia Dipertaruhkan

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah didesak untuk membatalkan rencana relaksasi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) dalam sektor kehutanan. SVLK berperan penting dalam memastikan kayu yang diproduksi berasal dari sumber legal dan berkelanjutan sesuai dengan hukum di Indonesia. Karenanya, rencana relaksasi merupakan langkah mundur yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian, khususnya di sektor perkayuan Indonesia.

Juru Kampanye Senior Kaoem Telapak Denny Bhatara mencatat upaya pelemahan SVLK bukan kali ini saja terjadi. “Jadi secara proses, pelemahan SVLK ini bisa dibilang dua kali, di tahun 2015, kemudian di tahun 2020,” katanya kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu 28 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 2015, untuk meningkatkan daya saing, Permendag No. 89 menghapus kewajiban dokumen V-Legal untuk 15 pos tarif dalam Lampiran 1 Kelompok B. Kemudian pada 2020, sebagai respons dari pandemi Covid-19 demi bisa kembali menggenjot pasar,  pelemahan dilanjutkan dengan terbitnya Permendag Nomor 15 yang menghilangkan kewajiban serupa pada 348 pos tarif dalam lampiran yang sama.

Tahun ini, rencana pelonggaran kembali muncul meski masih dalam tahap pembahasan antar-kementerian yang dimoderatori Kementerian Perdagangan. Rencana deregulasi itu mencakup relaksasi 441 kode HS produk kehutanan, pengubahan aturan dokumen V-Legal menjadi tidak wajib bagi pasar di luar Uni Eropa (UE) dan Inggris, serta penghapusan kewajiban uji tuntas dan deklarasi impor untuk produk kayu.

Denny menegaskan bahwa pelemahan SVLK akan berdampak besar terhadap reputasi dan daya saing produk kayu Indonesia. “Ketika memutuskan untuk menghilangkan satu titik di sistem SVLK itu kemundurannya sangat amat berdampak negatif terkait dengan perekonomian, khususnya di sektor perkayuan Indonesia,” ucapnya. 

Ia menyatakan mewakili sejumlah organisasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan, akademisi, dan praktisi kehutanan mendesak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian agar membatalkan rencana tersebut. 

“Karena apa? Karena itu tadi, secara proses sebenarnya ini bukan hal yang pertama, sudah dua kali. Utamanya di 2020 itu sudah mendapat kecaman dari banyak pihak, terutama dari negara-negara pasar,” katanya.

Selain itu, Kaoem Telapak juga mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk lebih aktif mempromosikan produk kayu Indonesia di platform dan forum-forum internasional, seperti Broader Market Recognition Coalition (BMRC).

“Kemudian, kami juga meminta mitra dagang yang saat ini sudah terjalin, seperti seperti Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat mendukung sistem yang kuat seperti SVLK melalui kebijakan dan kerja sama dagang,” katanya.

Sejak diterapkan pada 2010, SVLK dinilainya telah menggaungkan reputasi Indonesia sebagai pemasok kayu legal dan berkelanjutan. Nilai ekspor produk ini sudah menembus US$ 14,51 miliar pada 2022.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |