6 Kejadian Intimidasi terhadap Pengkritik Dwifungsi TNI

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti penghapusan artikel opini berjudul Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN? di laman Detik.com pada 22 Mei 2025. Lewat artikelnya, penulis berinisial YF mengkritik pengangkatan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai yang dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam pengisian jabatan aparatur sipil negara.

Redaksi Detik.com menghapus artikel itu dengan alasan keselamatan penulis. YF mengaku mendapat intimidasi setelah tulisan tersebut terbit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koalisi menilai intimidasi terhadap YF sebagai bagian dari pola kekerasan yang muncul sejak gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). “Dalam dua bulan terakhir, kami mencatat sejumlah insiden teror berupa pengintaian, intimidasi, serta serangan fisik dan digital terhadap akademisi, aktivis, jurnalis, dan warga sipil yang menyampaikan pandangan kritis terhadap pelibatan TNI dalam urusan sipil,” tulis koalisi dalam keterangan resmi, Sabtu, 24 Mei 2025.

Koalisi merinci lima peristiwa lain yang terjadi sebelum penghapusan artikel di Detikcom. Pertama, teror kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo. Kedua, ancaman fisik dan upaya kriminalisasi terhadap dua pembela HAM, Andri Yunus dan Javier, yang menginterupsi rapat tertutup DPR di Hotel Fairmont.

Ketiga, teror terhadap kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) usai membongkar rapat tertutup DPR terkait revisi UU TNI. Keempat, pengintaian terhadap kantor KontraS pasca pengesahan UU TNI. Kelima, intimidasi terhadap mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) yang mengajukan uji materi UU TNI di Mahkamah Konstitusi.

Koalisi menyebut serangkaian teror tersebut berkaitan dengan sikap kritis masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai membuka kembali praktik dwifungsi militer. Kebijakan itu antara lain revisi UU TNI, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang pelibatan TNI di Kejaksaan, serta penempatan perwira aktif di jabatan sipil. “Kritik terhadap kebijakan bukanlah ancaman” katanya.

Tindakan kekerasan terhadap warga sipil hanya karena menyampaikan kritik adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi.

Koalisi pun mendesak pemerintah melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap berbagai bentuk kekerasan yang dialami warga sipil serta menjamin hak atas pemulihan korban. Mereka juga menuntut negara tidak membiarkan pola kekerasan berulang. “Pembiaran terhadap kekerasan adalah bentuk pengabaian tanggung jawab konstitusional oleh pemerintah dan aparat penegak hukum,” kata koalisi.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |