Jakarta, CNN Indonesia --
Universitas swasta Institute of Business Management (IoBM) di Karachi, Pakistan, memutuskan untuk memulihkan status mahasiswinya yang sebelumnya dikeluarkan atau Drop Out (DO) setelah berusaha melaporkan dugaan pelecehan oleh seorang staf kampus.
Keputusan itu diambil setelah gelombang protes besar-besaran mahasiswa pada 23 Oktober lalu.
Ratusan mahasiswa Gen Z berkumpul di depan gedung administrasi utama kampus dengan membawa poster bertuliskan tuntutan keadilan. Aksi tersebut menjadi salah satu demonstrasi terbesar dalam tiga dekade sejarah universitas tersebut dan menuai sorotan luas di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahasiswi tersebut, yang identitasnya dirahasiakan, sebelumnya menulis di grup Facebook mahasiswa IoBM bahwa ia dilecehkan oleh seorang staf bagian transportasi ketika mengambil kartu mahasiswa di kantornya. Namun, saat ia melaporkan kejadian itu, pihak universitas justru menuding keluarganya bersikap tidak sopan terhadap manajemen dan menjadikannya alasan untuk mengeluarkan sang mahasiswi.
Pihak universitas berdalih bahwa keputusan dikeluarkan karena perilaku keluarga mahasiswi, bukan karena laporan pelecehan. "Namun, ia memiliki hak untuk mengajukan banding," kata juru bicara IoBM.
Unggahan mahasiswi itu segera menyebar luas dan memicu solidaritas mahasiswa lintas program studi. "Banyak yang datang tanpa diminta. Kami hanya ingin keadilan," kata A, salah satu mahasiswa peserta aksi.
Mahasiswa lain, B, mengatakan bahwa sebagian peserta sempat dihalangi oleh pihak administrasi, namun jumlah massa terus bertambah. "Saat saya menoleh ke belakang, seolah seluruh kampus ikut turun," ujarnya. Aksi berlangsung sekitar satu jam hingga pihak rektorat turun tangan dan berjanji menindaklanjuti laporan tersebut.
Dalam pernyataan resmi tanggal 26 Oktober, pihak universitas menyebut staf transportasi yang terlibat-yang bekerja di bawah kontraktor eksternal-telah diberhentikan dari tugasnya dan tidak akan lagi ditempatkan di IoBM.
Meski begitu, universitas sempat hanya menawarkan pemulihan status mahasiswi tersebut pada semester mendatang dengan sejumlah syarat. Hal ini kembali memicu kemarahan mahasiswa yang menilai keputusan itu tidak adil. "Mengapa dia harus kehilangan satu semester, padahal dia korban?" kata C, mahasiswa lainnya.
Menjelang rencana aksi kedua para Gen Z pada 28 Oktober, pihak kampus mengumumkan perkuliahan daring selama satu pekan "untuk mencegah gangguan kegiatan akademik."
Namun, beberapa jam sebelum demonstrasi dijadwalkan berlangsung, mahasiswa menerima surat elektronik baru yang menyatakan bahwa mahasiswi tersebut telah dipulihkan sepenuhnya dengan segera.
"Kami menerima email pukul 11.45 siang. Kami menang, akhirnya," ujar C.
Aktivis hak asasi manusia sekaligus pengacara, Jibran Nasir, menilai kasus ini mencerminkan lemahnya mekanisme penanganan pelecehan di kampus. "Aksi mahasiswa menunjukkan kekuatan solidaritas, tapi ini bukan solusi jangka panjang. Tidak semua korban mampu menghadapi intimidasi," ujarnya kepada Dawn.com.
Nasir menekankan perlunya reformasi struktural di lingkungan pendidikan tinggi Pakistan, termasuk pembentukan serikat mahasiswa independen untuk melindungi hak-hak mahasiswa.
Sementara itu, juru bicara IoBM mengatakan universitas akan meninjau dan memperkuat prosedur standar (SOP) terkait kebijakan perlindungan terhadap pelecehan seksual agar kasus serupa tidak terulang.
(dna)

12 hours ago
4
















































