TEMPO.CO, Ternate - Hasil penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako membuktikan Sungai Ake Jira dan Ake Sagea yang berada di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, telah tercemar logam berat. Pengujian terhadap sampel air sungai menunjukkan kadar logam berat di sana, yaitu kromium dan nikel, melebihi standar Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau US Environmental Protection Agency (USEPA).
Ketika meluncurkan laporan dampak lanjutan aktivitas industri nikel di Teluk Weda pada Senin, 26 Mei lalu, Annisa Maharani, peneliti Nexus3 Foundation, mengatakan kualitas air Sungai Ake Jira di Teluk Weda merosot dari Kelas I menjadi Kelas III. Sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bersih warga lokal sudah tak lagi bisa dikonsumsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Air sungai Ake Jira yang berwarna coklat-oranye mengandung merkuri, nikel, kadmium, dan kromium. Sedankan sedimennya mengandung nikel, besi, kadmium, kobalt, dan kromium. Warna oranye pada air sungai kemungkinan disebabkan oleh mineral besi.
Konsentrasi nikel, besi, kobalt, dan kromium dalam sedimen tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sampel kontrol. Sedimen Sungai Ake Jira memiliki kandungan logam Nikel (Ni) sebesar 2.096 miligram per kilogram atau mg/kg, besi (Fe) 46,68 mg/kg, Kadimun (Cd) 0,04 mg/kg, kobalt (Co) 131,54 mg/kg, serta Kromium (Cr) 534,43 mg/kg.
“Temuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Weda yang selama ini mengandalkan air sungai sebagai sumber air minum,” tutur Annisa.
Dia menyebut aliran air dari area pertambangan di bagian hulu sungai berpotensi ikut meningkatkan konsentrasi Ni, Cr, dan Co pada sedimen kedua sungai. Namun, dugaan ini harus dibuktikan dengan membandingkan pengukuran kadar logam berat dan hasil pengukurannya pada sedimen sungai. sebelum pertambangan skala besar dibuka.
Sedimen Sungai Ake Jira dan Ake Sagea sudah terklasifikasi tercemat berat menurut pedoman Kanada. Kadar kromium dapat mengancam kehidupan akuatik, sedangkan logam berat lainnya masih dalam batas aman.
Para peneliti Nexus3 Foundation menyarankan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memantau pengaruh logam berat terhadap kualitas air sungai dan sedimen. Pemantauan ini diusulkan terpisah dari kajian lingkungan dan pelaporan wajib perusahaan.
“Serta memperluas cakupan pemantauan hingga ke wilayah muara,” ungkap Annisa.
Saat ini ada enam sungai di Teluk Weda yang bermuara di pantai. Ribuan hektare kawasan hutan di sisi sungai tersebut seluruhnya telah dikonversi menjadi wilayah konsesi tambang milik PT Indonesia Weda Bay Industrial Park, PT First Pacific Mining, PT Gamping Mining Indonesia, PT Kurnia Sagea Mineral, PT Dharma Rosadi International, serta PT Harum Sukses Mining.
Adlun Fiqri, Koordinator Save Sagea mengatakan sejumlah sungai yang selama ini menjadi sumber air bersih warga desa di Teluk Weda mulai tercemar akibat pertambangan nikel masif. Setidaknya ada tiga sungai yang memiliki sedimen tambang dengan jumlah tinggi.
“Sungai Sagea bahkan selalu berubah warna setiap musim penghujan,” ujar Adlun.
Saleh Rajiman, Pelaksana Harian Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara mengaku belum menerima hasil Penelitian yang dilakukan Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako. Ia memilih untuk menanggapi hasil penelitian itu. “Saya belum tahu. Masih ada rapat dengan pimpinan,” kata Saleh ketika dihubungi Tempo, Selasa, 27 Mei 2025.