Di Bawah Tekanan Kebijakan Trump, Mahasiswa Indonesia Ini Berusaha Bertahan di AS

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Presiden Donald Trump diakui hanya menghambat 'sedikit' bagi Bayu Imaduddin Zulkifli Ahmad, 27 tahun. Bayu sudah jalan delapan tahun menempuh studi di Amerika Serikat dan saat ini tinggal setahun lagi untuk pemuda asal Bekasi, Jawa Barat, itu untuk meraih gelar doktor di bidang kimia organik.

Bayu Ahmad, begitu namanya muncul di pemberitaan belum lama ini, adalah mahasiswa doktoral di Cornell University, New York. Dalam wawancara jarak jauh dengan Tempo tentang studi metode carbon capture and storage menggunakan energi surya pada 15 Mei 2025, Bayu sempat pula menjawab pertanyaan seputar dampak kebijakan Trump.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu Bayu menekankan kepada kebijakan Trump yang berbasis sikap tak percaya perubahan iklim. Seperti diketahui, Pemerintahan Trump telah melucuti data dan riset tentang perubahan iklim--sebagai bagian dari efisiensi anggaran yang dilakukannya terhadap banyak riset ilmiah dan medis di Amerika Serikat. 

Pun dengan instansi yang selama ini melacak dampak-dampak perubahan iklim yang banyak dilemahkan. Menurut Trump, ketakutan akan dampak perubahan iklim adalah 'sakit jiwa' dan selama ini hanya menghambat perekonomian Amerika Serikat.

Bayu juga menyinggung kebijakan anti-imigran Trump, yang terkini ditunjukkannya dengan mengusir mahasiswa asing dari Harvard University. Ini juga bagian dari ketidakberpihakan Trump terhadap riset-riset tentang keberagaman, kesetaraan (equity), dan inklusivitas.

Saat wawancara dilakukan, Bayu mengakui perubahan kebijakan yang sedang terjadi di Amerika Serikat baru menghambat 'sedikit' studinya. Disebutkannya pendanaan di laboratorium kimia tempatnya bergabung dalam melakukan riset di Cornell University termasuk yang terancam efisiensi Trump.

"Tapi belum jelas, seperti kena tapi ga kena...seperti hanya untuk menakut-nakuti. Jadi sejauh ini kami belum terpengaruh," kata Bayu menuturkan.

Atas dasar itu, Bayu mengungkapkan kalau dia dan koleganya memutuskan untuk tetap bertahan di Amerika Serikat. "Memang menjadi tidak tenang, tapi kami juga berpikir ini kan hanya 3,5 tahun ke depan," katanya merujuk periode kepemimpinan Presiden Trump. 

Bayu juga menyatakan bahwa perubahan iklim benar terjadi dan dampak terbesar ditanggung di negara-negara seperti Indonesia. Itu memberinya alasan untuk terus melakukan riset di Amerika Serikat demi mencari solusi dampak perubahan iklim.

Dalam risetnya, Bayu Ahmad dan tim di Cornell University berusaha mengembangkan teknik carbon capture and storage menggunakan energi surya yang diyakini bakal lebih murah dan bersih daripada teknik yang ada saat ini. Bayu dkk mengadopsi dan mengembangkan efisiensi tumbuhan dalam menyerap karbon dioksida dari udara dan mengikat karbonnya.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |