KEMENTERIAN Kebudayaan sedang menyusun ulang sejarah Indonesia. Dalam revisi naskah sejarah yang melibatkan 113 penulis, 20 editor jilid, dan tiga editor umum dari kalangan sejarawan serta akademisi itu istilah Orde Lama dihilangkan.
Setelah mengikuti rapat dengan Komisi X DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 26 Mei 2025, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan istilah Orde Lama dihilangkan dengan alasan pemerintahan saat itu tidak pernah menyebutkan atau memperkenalkan eranya sebagai Orde Lama.
Dia mengatakan pandangan tersebut diambil untuk membuat suasana yang lebih inklusif dan netral. “Kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru. Akan tetapi, apakah pemerintahan pada periode itu (sebelum Orde Baru) menyebut dirinya Orde Lama? Kan tidak ada,” kata Fadli, seperti dikutip dari Antara.
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada Agustus nanti. Target penyelesaian revisi naskah sejarah itu dirancang agar bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.
Puan Minta Istilah Orde Lama Tak Dihilangkan dalam Sejarah Versi Baru
Seperti dilansir Antara pada Selasa, 27 Mei 2025, Ketua DPR Puan Maharani meminta agar istilah penyebutan era pemerintahan Orde Lama tidak dihilangkan dalam penulisan sejarah versi baru yang sedang disusun oleh Kementerian Kebudayaan.
“Apa pun kejadiannya, jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan karena sejarah tetap sejarah," kata Puan di kompleks parlemen pada Selasa.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP ini meminta agar revisi naskah sejarah dikaji ulang terlebih dahulu. Menurutnya, penulisan sejarah versi terbaru harus dengan hati-hati dan berdasarkan masukan dari seluruh pihak. “Jangan sampai terburu-buru, malah nanti melanggar aturan dan mekanisme,” katanya.
Meskipun ada momen kisah yang pahit, dia berharap agar penyampaian sejarah harus transparan. “Maka, jangan sekali-kali, melupakan sejarah,” ucap Puan.
“Kalau memang ingin diperbaiki, silakan. Namun, namanya sejarah, apakah itu pahit atau baik, ya kalau memang harus disusun ulang, ya diulang dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Kata Fadli Zon soal Peristiwa Kongres Perempuan 1928
Adapun Fadli Zon mengungkapkan tidak ada niat untuk menghapus peristiwa Kongres Perempuan 1928 pada penulisan ulang sejarah Indonesia.
“Tadi disampaikan ada upaya untuk menghilangkan kongres perempuan. Padahal justru kita ingin memperkuat adanya keterlibatan perempuan di dalam sejarahnya itu,” ujarnya di kompleks parlemen.
Dia menegaskan kembali kabar penghapusan peristiwa yang melibatkan para puan itu adalah hoaks. Penyusunan sejarah versi Indonesia atau yang disebutnya sebagai Indonesia sentris merupakan hal utama.
Fadli menilai sejarah bukanlah cerita masa lalu tetapi jembatan alam menghubungkan identitas bangsa, kebaikan politik, dan perjuangan kolektif.
“Urgensi penulisan sejarah 2025, antara lain, menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia sentris, menjawab tantangan kekinian dan globalisasi, membentuk identitas nasional yang kuat; menegaskan otonomi sejarah/sejarah otonom; relevansi untuk generasi muda, dan reinventing Indonesian identity atau menemukan kembali jati diri Indonesia,” katanya.
Menbud mengungkapkan penulisan sejarah Indonesia ini direncanakan terdiri atas 10 jilid, yang berisi Sejarah Awal Nusantara; Nusantara dalam Jaringan Global: India dan China; Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah; Interaksi dengan Barat: Kompetensi dan Aliansi; Respons terhadap Penjajahan; Pergerakan Kebangsaan; Perang Kemerdekaan Indonesia Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi; Orde Baru (1967-1998); serta Era Reformasi (1999-2024).
“Kita tidak bisa menuliskan sejarah secara detail dan isi buku ini hanyalah garis besar. Karena sejarah ini mencakup banyak bidang, tentu isi buku ini tidak bisa mencakup secara detail. Tetapi yang ingin kita mulai, yaitu perspektif Indonesia atau Indonesia sentris,” kata dia.
Menurut dia, Indonesia telah absen dalam menulis sejarah bangsa selama kurang lebih 26 tahun. Dia juga berujar, ketika proses penulisan sudah mencapai 70 persen, akan dibuka sesi diskusi dengan melibatkan berbagai macam ahli sebagai bagian dari uji publik.
Ervana Trikarinaputri dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kontroversi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia