TEMPO.CO, Jakarta -Swedia dan Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antarpemerintah (G2G) untuk memperdalam kerja sama bidang kesehatan di Jakarta pada Selasa, 27 Mei 2025. Kerja sama ini menandai tonggak penting selama Sweden- Indonesia Sustainability Partnership (SISP) Healthcare Conference 2025.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menteri Perawatan Kesehatan Swedia, Acko Ankarberg Johansson, dan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari resmi Kedutaan Besar Swedia di Jakarta, kemitraan kedua negara berfokus pada penguatan layanan kesehatan, kesehatan digital, pengembangan perawatan kesehatan berkelanjutan, dan pengembangan kebijakan kesehatan.
Bidang-bidang utama kerja sama meliputi onkologi, resistensi anti-bakteri, pengobatan presisi, pengembangan tenaga kesehatan kesiapsiagaan darurat.
Adapun tahun ini juga menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Swedia dan Indonesia. Perayaan itu menandakan kemitraan jangka panjang yang kini berkembang meliputi inovasi perawatan kesehatan dan transformasi sistem.
Menteri Kesehatan Swedia Acko Ankarberg Johansson menuturkan bahwa Indonesia dan Swedia jauh melampaui diplomasi. Kolaborasi kedua negara, jelas dia, dibangun atas keyakinan bersama akan perawatan yang adil, berbasis data, dan berpusat pada pasien.
*Melalui Nota Kesepahaman ini, kami menyelaraskan prioritas kami untuk mendukung model perawatan kesehatan yang dapat ditingkatkan skalanya dan dapat melayani populasi besar, menanggapi tantangan yang muncul, serta mengintegrasikan inovasi kesehatan digital dan medis terbaik," kata Johansson.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa Indonesia bertujuan melampaui pembangunan pelayanan kesehatan melalui penerapan teknologi canggih dan dengan belajar dari kepemimpinan Swedia dalam sistem kesehatan berkelanjutan.
Tujuan ini, Budi menyampaikan, akan dicapai melalui tiga bidang utama kolaborasi, yakni investasi dalam layanan kesehatan Indonesia untuk meningkatkan hasil kesehatan melalui kemitraan yang bermakna; perluasan kesempatan belajar dengan Karolinska Institutet untuk memperkuat keterampilan tenaga kesehatan, termasuk perawat dan kebidanan; serta dukungan untuk transfer teknologi dan berbagi pengetahuan, termasuk keahlian Indonesia dalam mengelola penyakit tropis.
Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor-Leste, Papua Nugini, dan ASEAN, Daniel Blockert, menuturkan bahwa Swedia dan Indonesia telah menjalin kerja sama yang bermakna selama lebih dari tujuh dekade. Oleh sebab itu, layanan kesehatan muncul sebagai salah satu pilar hubungan yang paling dinamis dan berorientasi pada tujuan.
"Kemitraan ini bukan hanya tentang pertukaran pengetahuan—tetapi tentang investasi dalam sistem, orang, dan teknologi yang membentuk masyarakat yang lebih sehat," ujarnya.
Tak hanya perjanjian G2G, konferensi tersebut juga menampilkan beberapa perjanjian multipihak, yaitu:
Perjanjian hibah studi kelayakan antara Swedfund, Kementerian Kesehatan Indonesia, dan Rumah Sakit Dharmais untuk mendukung pengembangan pusat radioterapi;
Kemitraan antara Kementerian Kesehatan dan AstraZeneca untuk memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM);
Kolaborasi antara Kementerian dan Essity untuk memperluas kapasitas dan keahlian dalam mendukung program pengendalian resistensi antimikroba (AMR);
Dialog strategis antara Pemerintah Kota Jakarta dan HemoCue untuk melaksanakan program skrining anemia di tingkat masyarakat, dengan fokus pada deteksi dini dan intervensi tepat waktu.
Indonesia secara aktif memodernisasi sistem perawatan kesehatannya, yang didukung oleh investasi pemerintah dalam infrastruktur, kesehatan digital, dan pencegahan penyakit.
Adapun perusahaan-perusahaan Swedia telah menunjukkan minat yang semakin besar untuk berkontribusi pada prioritas perawatan kesehatan Indonesia, yang sejalan dengan enam area fokus SISP: kanker, perawatan darurat, diabetes, kesehatan ibu dan anak, kesehatan paru-paru, dan digitalisasi.