Macam-macam Pencemaran Sungai yang Sangat Merugikan

2 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Aliran sungai Kampung Bojong Engsel, Desa Tarikolot, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Jawa Barat viral di media sosial sebab berubah warna menjadi oranye pada Senin, 19 Mei 2025. Pasca viralnya video pencemaran sungai itu, Pemkab Bogor melalui Dinas Lingkungan Hidup inspeksi mendadak ke beberapa lokasi industri di wilayah Citeureup.

“Kami melakukan penelusuran dari hulu ke hilir aliran yang diduga tercemar," kata Kepala Bidang Penegakan Hukum Lingkungan dan Pengelolaan Limbah B3 Dinas LH Kabupaten Bogor Gantara Lenggana, Senin, 19 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inspeksi berujung penyegelan saluran pembuangan limbah milik PT Harapan Mulya. Perusahaan ini bergerak di bidang pengadaan gerobak dan tong atau tempat sampah dengan aktivitas pengecatan menggunakan powder coating oranye, hitam, hijau, dan biru.

Sungai yang berperan penting sebagai sumber kehidupan dan penyangga ekosistem yang krusial bagi masyarakat Indonesia sering menghadapi ancaman serius akibat semakin meluasnya pencemaran akibat beragam aktivitas manusia dari pembuangan limbah rumah tangga hingga limbah industri. 

Dilansir dari laman PPID Kabupaten Jember dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung, berikut adalah macam-macam wujud pencemaran sungai di Indonesia:

-       Limbah Rumah Tangga dan Sampah Plastik 

Salah satu faktor dominan yang memperparah pencemaran sungai di Indonesia adalah limbah domestik yang dibuang langsung ke aliran tanpa melalui proses pengolahan. Sisa makanan, air cucian, sabun mandi, hingga kotoran manusia menjadi penyumbang utama pencemar biologis dan kimia yang mencemari air. Di sisi lain, kebiasaan buruk masyarakat yang membuang sampah plastik ke sungai turut memperburuk kondisi. Akibatnya, sungai-sungai di berbagai daerah kini dipenuhi oleh limbah plastik yang tak hanya mengotori permukaan, tapi juga menyisakan ancaman jangka panjang.

Laporan Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dilansir dari laman Greeners, mengungkapkan temuan mengejutkan di 37 Wilayah Sungai Lintas Provinsi terdapat kandungan mikroplastik mencapai puluhan ribu partikel dalam setiap liter air sungai. Sungai Brantas di Jawa Timur menjadi salah satu contoh paling parah dari krisis ini. Plastik yang mengapung di permukaan sungai bukan hanya merusak keindahan dan menghambat aliran air, tetapi juga menyimpan ancaman besar. Mikroplastik yang terlarut bisa masuk ke dalam rantai makanan manusia, menjadi “bom waktu” yang mengancam kesehatan generasi mendatang.

-       Limbah Industri

Selain limbah domestik, limbah industri menjadi sumber pencemaran yang sangat berbahaya. Banyak pabrik membuang limbah kimia beracun dan logam berat seperti merkuri, timbal, tembaga, dan kadmium langsung ke sungai tanpa pengolahan yang memadai.

Studi Ecoton mengungkapkan bahwa mayoritas sungai di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, telah tercemar logam berat yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan berisiko tinggi bagi kesehatan manusia.

Sungai Citarum, yang melintasi kawasan industri tekstil padat di Jawa Barat, menjadi contoh nyata pencemaran industri yang parah. Sebagaimana dilansir laman resminya, limbah beracun dari sekitar 200 pabrik tekstil menyebabkan air sungai berwarna keruh, berbau busuk, dan mengandung kadar merkuri melebihi standar aman. Kondisi ini tidak hanya merusak habitat alami, tetapi juga mengancam ribuan warga yang menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut.

-       Pencemaran dari Aktivitas Pertanian dan Peternakan

Aktivitas pertanian dan peternakan juga berkontribusi besar terhadap pencemaran sungai. Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan menyebabkan zat kimia berbahaya larut ke dalam aliran sungai melalui limpasan air hujan. Selain itu, limbah kotoran hewan dari peternakan yang tidak dikelola dengan baik menambah beban pencemaran biologis dan nutrien di sungai.

Kondisi ini memicu eutrofikasi, yaitu pertumbuhan alga yang berlebihan yang mengurangi kadar oksigen dalam air, sehingga mengancam kelangsungan hidup ikan dan organisme air lainnya. Sungai Musi di Sumatera, yang mengalami alih fungsi lahan dan aktivitas pertambangan ilegal, juga menunjukkan penurunan populasi ikan akibat pencemaran bahan kimia dan limbah pertanian.

-       Mikroorganisme Patogen dan Sedimen

Selain pencemaran kimia dan fisik, sungai juga tercemar oleh mikroorganisme patogen yang berasal dari limbah domestik atau peternakan yang meningkatkan risiko penyakit menular seperti diare, kolera, dan hepatitis bagi masyarakat yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Sedimen dari erosi tanah akibat deforestasi dan pembangunan juga membawa partikel halus ke sungai, menyebabkan air menjadi keruh dan mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air. Sedimen berlebih dapat merusak habitat ikan dan mengubah ekosistem sungai secara drastis.

-       Aktivitas Pertambangan

Kegiatan pertambangan adalah penyebab pencemaran sungai lainnya. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan seperti pengolahan bijih atau peleburan logam dapat mencemari sungai di sekitar lokasi pertambangan. Kegiatan pertambangan juga dapat merusak habitat sungai dan mengganggu ekosistem sungai.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, sebanyak 96 persen sungai di Indonesia berada dalam kondisi tercemar, dari tingkat ringan hingga berat. Hanya 2,19 persen yang masih memenuhi ambang baku mutu air yang layak. Angka ini mempertegas perlunya langkah cepat dan terukur untuk mengatasi krisis pencemaran sungai yang semakin mengkhawatirkan.

Tantangan di lapangan dalam pencegahan pencemaran selalu ada terutama dalam penegakan aturan terhadap pelaku pencemaran serta membangun kesadaran publik agar lebih peduli terhadap kebersihan sungai. Berbagai gerakan nasional turut digencarkan seperti kampanye membersihkan sungai dari sampah plastik dan limbah berbahaya.

Dalam acara yang digelar pada Rabu, 25 Maret 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta dengan mengusung tema “Konservasi Sumber Air untuk Generasi Mendatang”, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti menyebut dalam mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air, perlu kolaborasi seluruh pihak khususnya anak muda. 

Keterlibatan generasi muda saat ini menurut Diana telah didorong oleh Kementerian PU melalui program World Water Warriors dan pemberian penghargaan Bali Youth Water Prize bagi generasi muda yang memiliki kontribusi luar biasa dalam bidang sumber daya air. “Saat ini yang kita perlukan adalah kolaborasi dan aksi untuk melestarikan air, karena tidak akan ada kehidupan tanpa air,” ujar Diana.

Zacharias Wuragil dan Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam artikel ini.

Pilihan editor:  Komunitas Anti Sampah Plastik Bulukumba
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |