Pengamat Ungkap Alasan Aksi Bela Palestina Belum Masif di Indonesia

1 day ago 2

TEMPO.CO, Jakarta -Analisis geopolitik Timur Tengah Dina Sulaeman menyoroti aksi bela Palestina di Indonesia yang cenderung lebih sepi jika dibandingkan dengan negara-negara di belahan dunia lain. Dina menyebut ada sejumlah penyebab di balik demonstrasi dukung Palestina yang kurang massif di Indonesia.

Pertama, Dina menilai narasi antikolonialisme dan anti-imperialisme global masih belum menjadi bagian dari wacana yang dibahas publik secara meluas. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pembelaan pada Palestina masih diposisikan sebagai pembelaan pada 'bangsa nun jauh di sana'," kata dosen hubungan internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) itu dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 27 Mei 2025.

Secara historis dan politis, Dina menyampaikan, Indonesia sudah puluhan tahun mendukung Palestina. Sebagai contoh, Dina menyebut bahwa sebelum Indonesia merdeka pada 1945, Nahdlatul Ulama atau NU telah menggalang dana solidaritas perjuangan bangsa Palestina melawan Inggris dan milisi Zionis pada 1938.

Menurut Dina, kondisi ini menimbulkan perasaan “sudah berbuat” di benak masyarakat Indonesia. "Istilahnya, 'Kita sudah sudah pro-Palestina kok, mau apa lagi?'," ujarnya. 

Lebih lanjut, Dina menjelaskan jika masyarakat menyadari Indonesia penjajahan di Palestina adalah bagian dari neo-imperialisme global, maka mereka menyadari bahwa membela Palestina sama artinya dengan membela bangsa Indonesia.

Bagi Dina, Israel bisa terus melanjutkan genosidanya di Gaza dan menduduki Palestina karena ditopang oleh kekuatan kapitalisme global. Negara-negara di belakang Israel, jelas Dina, menjadi pelaku yang juga mengeruk kekayaan dari bangsa-bangsa dunia, termasuk Indonesia, dengan cara-cara yang tidak adil. 

Sebelumnya, ratusan ribu orang di berbagai kota besar Eropa menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada 15 Mei untuk memperingati Hari Nakba--hari ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah air mereka usai berdirinya Israel pada 1948.

Seperti dilansir Anadolu dan Aljazeera, aksi protes itu juga menjadi bentuk kecaman atas serangan brutal Israel ke Jalur Gaza. Para aktivis mengatakan bahwa sejarah terulang kembali hari ini di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

Di Stockholm, ribuan orang memadati Lapangan Odenplan atas undangan sejumlah organisasi masyarakat sipil.

Para demonstran membawa bendera Palestina, foto anak-anak korban serangan, dan spanduk bertuliskan “Hentikan genosida rezim Zionis di Palestina.”

Sebagian peserta memegang poster bertuliskan nama-nama warga sipil yang tewas di Gaza untuk menarik perhatian terhadap tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung.

Pada April lalu, bentrokan terjadi antara polisi dan mahasiswa Pro-Palestina di Amerika Serikat yang menentang serangan Israel di Jalur Gaza. Polisi turun ke jalan dan melakukan aksi kekerasan untuk menghentikan protes yang meluas sejak penangkapan massal di Universitas Columbia sejak sepekan sebelumnya. Kericuhan dimulai antara polisi dan mahasiswa yang menentang perang Israel di Gaza pecah pada Kamis, 25 April 2024.

Sita Planasari ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: Respons Kemlu soal Peluang Hubungan Diplomatik Indonesia dengan Israel

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |