Cadangan Beras Pemerintah Melimpah, Ekonom Khawatirkan Penyaluran hingga Penurunan Kualitas

1 day ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menilai penyaluran beras dari cadangan pemerintah masih jauh dari optimal, meski serapan gabah petani oleh Bulog dilakukan secara besar-besaran tahun ini. Walhasil, ada potensi kerusakan atau penurunan kualitas beras jika stok terlalu lama disimpan tanpa penyaluran yang seimbang.

Eliza menyebutkan per Mei 2025, penyaluran beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) baru 181 ribu ton. Sedangkan sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengumumkan bahwa Bulog telah menyerap gabah setara dengan 2 juta ton beras dari lima bulan terakhir. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dengan penyaluran yang belum optimal, ini memunculkan kekhawatiran beras yang disimpan di gudang bulog akan menurun kualitasnya karena terlalu disimpan lama,” tutur Eliza kepada Tempo, Rabu, 4 Juni 2025. “Ketika turun kualitasnya, ini jadi tidak layak konsumsi bagi manusia.”

Eliza menekankan bahwa beras yang mengalami penurunan kualitas sebaiknya tidak dikonsumsi manusia karena berisiko menimbulkan keracunan makanan dan gangguan pencernaan. Jika kualitasnya sudah tidak layak konsumsi, ia menyarankan dialihkan sebagai pakan ternak agar beras tidak terbuang percuma, sekaligus membantu peternak memenuhi kebutuhan bahan baku pakan.

Kerusakan beras juga berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Eliza memperkirakan, jika pemerintah menyerap 2,7 juta ton gabah kering panen dengan harga Rp 6.500 per kilogram, maka dana yang digelontorkan mencapai Rp17,5 triliun. Jika beras yang rusak mencapai 10 persennya saja, kerugian negara bisa mencapai Rp1,75 triliun. 

Kondisi ini terjadi akibat pemerintah mewajibkan Bulog menyerap semua gabah dari petani tanpa harus memperhatikan kualitasnya. Kebijakan ini dikenal dengan istilah any quality. Gabah tersebut harus dibeli Bulog dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Sebelumnya, harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen (GKP) hanya Rp 6.000 per kilogram. 

Pemerintah juga mencabut ketentuan rafaksi atas gabah hasil produksi petani yang diserap Bulog. Rafaksi merupakan pengurangan harga barang yang diserahkan karena mutunya lebih rendah. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Gabah dan Beras yang berlaku sejak 15 Januari 2025. 

Eliza menilai kebijakan penyerapan any quality atau semua jenis kualitas gabah oleh Bulog punya sisi positif dan negatif. Di satu sisi, kebijakan ini membantu petani yang sebelumnya sulit menjual gabah karena tidak memenuhi standar kualitas, serta memberikan kepastian harga dan pasar. Namun di sisi lain, hal ini juga bisa mengurangi motivasi petani untuk meningkatkan kualitas produksi mereka.

Menurut dia, Bulog semestinya membeli gabah dari petani dengan harga yang berbeda sesuai dengan kualitasnya. “Minimal ada dua tingkatan harga pembelian agar petani terdorong memproduksi gabah yang lebih baik,” kata dia. 

Eliza menekankan pentingnya pemerintah memaksimalkan penyaluran beras untuk mencegah penumpukan di gudang. Salah satu solusinya dengan memperluas operasi pasar, tidak hanya saat momentum Ramadan, tapi juga secara reguler dan menjangkau daerah-daerah dengan harga beras tinggi. Langkah ini dinilai akan membantu menjaga kualitas stok dan memastikan beras benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan. 

Sementara itu, Badan Pangan Nasional atau Bapanas menyatakan pemerintah tetap memperhatikan kualitas gabah petani yang diserap oleh Perum Bulog. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani berujar, Bulog tetap menyerap gabah atau beras dengan kualitas beragam mutu, asalkan masih dalam standar kelayakan, tidak rusak, dan layak disalurkan ke masyarakat.

“Dengan kolaborasi semua pihak, isu any quality bisa diatasi, misalnya terkait kadar air yang tinggi. Itu menjadi tanggung jawab pemerintah melalui pengeringan,” ujar Rachmi dalam keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025. Dia menekankan beras yang dihasilkan harus tetap memenuhi standar agar bisa disimpan lama dan tetap baik saat disalurkan.

Direktur Pengadaan Bulog Prihasto Setyanto pun mengatakan, setiap beras yang masuk ke Gudang Bulog wajib melewati proses pemeriksaan kualitas secara menyeluruh. Ia menyebut pemeriksaan ini melibatkan surveyor independen untuk menjamin transparansi dan akurasi standar mutu. “Setiap beras yang masuk telah melalui proses uji kualitas yang melibatkan pihak ketiga independen, sehingga kualitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan,” ujar Prihasto dalam keterangan tertulis, Ahad, 18 Mei 2025.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |